PEMALANG- Beternak domba mungkin belum banyak menarik perhatian banyak kalangan, apalagi anak muda. Apalagi beternak domba lekat dengan kesan bau dan kotor. Tapi kesan tersebut tidak ada saat Folfer Desa berkunjung ke Sobat Domba Desa Cibuyur Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang.
Peternakan domba yang kelolaan Bayo Binsar Manulang (31) ini, menerapkan konsep peternakan modern yang ia sebut dengan Ternak Domba Milenial.Menggabungkan konsep usaha peternakan modern dan tradisional usahanya berkembang pesat dna menginspirasi banyak anak muda. Terdapat ratusan kambing di kandag miliknya dan terlihat bersih tanpa bau.
Sejak tahun 2020 lalu, Bayo memulai usaha ternak, awalnya mulai dari satu dua ekor, hingga 10 ekor. Rupanya cukup banyak permintaan domba. Terutama dari pelaku usaha sate. “Sejak saat itu, kita putuskan untuk melakukan penggemukan, dengan jumlah awal 29 ekor,” ungkapnya.
Menurutnya, potensi peternakan itu tidak goyang saat pandemi covid 19. Agar menjamin keberhasilan, maka peternak tersebut harus kreatif. “Jika ingin hasilnya banyak
maka harus melipatgandankan jumlah ternak. Sedangkan tidak semua orang mampu membeli dalam jumlah banyak. Ternyata untuk mendapat hasil besar itu, butuh modal besar dan resiko juga besar. Tetapi ada cara untuk mendapat modal besar dengan cara sederhana. Syaratnya seberapa peternak itu kreatif,” jelasnya.
Usahanya sudah berjalan 1,5 tahun. Populasi domba saat ini sudah mencapai 180 ekor. Pria yang awalnya sebagai pebisnis properti ini kemudian memilih bisnis peternakan. Sejak pandemi, bisnis properti cukup terkendala, apalagi setelah kebijakan PSBB dan PPKM. Ketika buyer hendak mau beli properti, mereka tidak bisa keluar untuk cek lokasi. Meskipun sudah memberi penjelasan secara virtual, customer masih belum tertarik. Padahal sudah ada video lokasi lengkap, model rumah hingga detail tiap ruangan. “Bisnis properti sempat berhenti. Kemudian beberapa rekan sudah terjun di peternakan, nah kemudian saya mencoba bisnis peternakan.”ujarnya.
Bayau menambahkan, pada mula menjalankan usaha, ia sempat kekurangan dana. ” Kami berupaya mencari solusi, lalu kita bikin ternak bareng sobat. Konsepnya sama yaitu kita punya kandang, orang bisa beli domba melalui kita, pembesaran domba bertempat pada kandang kita, lalu kita yang kasih makan. Setelah penghasilan dari penjualan akan dibagi kepada investor,” kata dia
Jadi perusahaan mengambil untung dari persewaan kandang dan penjualan pakan. Ketika investor membeli domba, maka sekaligus bayar sewa kandang dan bayar pakan sampai tiga bulan kedepan. “Kemudian ketika investor hendak menjual, tinggal menginformasikan lalu kita jualkan. Jadi semua hitungan dari awal, misal sewa kandang berapa, biaya pakan berapa, jadi orang beli domba plus biaya biaya tersebut,” kata dia
Ternak Domba Milenial
Mengambil nama Ternak Domba Milenial karena menggunakan teknologi zaman sekarang, tapi cara pengelolaan masih mengadopsi cara lama. Misal penggunaan digital, laporan rekording kesehatann ternak secara digital, hingga perkembangan tubuh ternak.
Selain penjualan domba, limbah juga di kelola dengan baik. Salah satunya memanfaatkan untuk pupuk. Secara tempat juga steril. ” Kita punya peternakan juga dikelilingi oleh rumah warga, tapi sampai saat ini tidak ada komplain. Kita gunakan teknologi terkoneksi yang kita sebut teknologi milenial,” terangnya.
Saat ini penggemukan dan pengembangbiakan belum di garap adalah segmen end user disektor kuliner karena stok belum cukup. Misal satu klien usaha kuliner butuh 2 ekor kambing untuk sate, per bulan butuh 60 ekor. Jika kita layani 3 usaha sate maka butuh 60 ekor kali 3 per bulannya, atau 180 agar bisa suplai tiap hari. Sedangkan disini, kapasitas penggemukan hanya 120 ekor. Artinya kami butuh para mitra .
Sedangkan jenis domba yang saat ini dibudidayakan meliputi domba garut, domba dumer, domba ekor tipis, ekor gemuk dan merino. Domba tersebut dijual dengan hitungan per kg, dan mengikuti harga pasar, namun lebih rendah. Kita kirim sekali kirim 40 ekor. Jika harga pasar 50 ribu per kg, kita jual Rp 47 ribu per kg, menyesuaikan sekitar Rp 2.000 lebih murah.
Terkait ketersediaan pakan, ada 1 ha lahan yang ditanami rumput, odot, pucung dan umami. Lahan adalah milik sendiri yang kita sebut bank pakan. Asumsi kebutuhan pakan satu ekor butuh 50 m2 untuk suplai pakan per tahun. “Jadi kita punya 1 ha cukup untuk 200 ekor briding, tapi untuk fatening masih kurang,” terangnya. (Sakur)